Bab 1
Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi
- Pengertian Hukum
1.1 Pengertian
hukum secara umum
adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur
kehidupan bermasyarakat dilihat oleh lembaga yang berwenang dan besifar memaksa
serta berisi perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mendapat sanksi
1.2 Pengertian
hukum menurut ahli
·
M.H
Tirtaatmidjaja, SH
Hukum adalah semua aturan norma yang harus dituruti
dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri
sendiri atau harta
·
Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan
tersusun baik yang mengikat masyarakat
·
Karl Marx
Hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan umum
ekonomis dalam masyarakat pada suatu tahap perkembangan tertentu
- Tujuan dan Sumber-sumber Hukum
2.1 Tujuan
Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hokum
dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan yaitu
asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Menurut Prof. Subekti, SH dalam buku
yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” mengatakan bahwa hukum itu
mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran
dan kebahagiaan pada rakyat. Hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara
berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain untuk mendapatkan
“keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara
tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”
2.2 Sumber-sumber
Hukum
Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan yang biasanya bersifat memaksa. Ada
2 jenis sumber hukum, yaitu :
1.
Sumber hukum
materil, yakni sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif
2.
Sumber hukum
formil, yakni:
1.
Undang-Undang,
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara
oleh penguasa Negara. Contoh : UU, PP, Perpu
2.
Kebiasaan,
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal
yang selayaknya dilakukan. Contoh : adat di daerah yang dilakukan secara
turun-temurun
3.
Keputusan
Hakim (Jurisprudensi), ialah keputusan hakim pada masa lampau pada saat suatu
perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa
selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu
tidak diatur sama sekali di dalam UU.
4.
Traktat, ialah
perjanjian yang dilakukan oleh dua Negara ataupun lebih. Perjanjian ini
mengikat antara Negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini
juga mengikat warganegara dari Negara yang bersangkutan.
5.
Pendapat Para
Ahli Hukum (Doktrin), ialah pendapat atau pandangan para ahli hukum yang
mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi sering
hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional
pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
- Kodifikasi Hukum
3.1 Pengertian
Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan
sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum
ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (diPrancis).
3.2 Unsur-unsur
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi :
1.
Jenis-jenis
hukum tertentu
2.
Sistematis
3.
Lengkap
3.3 Tujuan
Tujuan Kodifikasi hukum tertulis untuk memperoleh :
1.
Kepastian
hukum
2.
Penyederhanaan
hukum
3.
Kesatuan hukum
3.4 Contoh
Contoh kodifikasi hukum di Indonesia:
1.
Kitab
Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
2.
Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
3.
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (1 Januari 1918)
4.
Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Desember 1981)
Kodifikasi hukum di Indonesia, antara lain KUHP, KUH
Perdata, KUHD, KUHAP.
- Kaidah atau Norma
4.1 Pengertian
Kaidah atau norma adalah ketentuan-ketentuan yang
menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat.
4.2 Macam-macam
norma
1.
Norma agama,
yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal
dari Tuhan.
2.
Norma
moral/kesusilaan, yaitu peraturan yang bersumber dari pergaulan hidup antar
manusia
3.
Norma Hukum,
yaitu peraturan yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau Negara yang sifatnya
mengikat dan memaksa.
- Pengertian Ekonomi dan Hukum
Ekonomi
5.1 Pengertian
Ekonomi
Secara umum, ekonomi adalah ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Sedangkan menurut M.
Manulang, ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya
untuk mencapai kemakmuran, yaitu keadaan dimana manusia dapat memenuhi
kebutuhannya dari segi pemenuhan barang maupun jasa.
5.2 Pengertian
Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah hubungan sebab akibat atau
pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam
kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Hukum ekonomi dapat dibedakan
menjadi :
1.
Hukum ekonomi
pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara
nasional.
2.
Hukum ekonomi
sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat
kemanusiaan (hak asasi manusia) Indonesia.
5.3 Contoh
hukum ekonomi
1.
Jika sembak0
naik, maka harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik
2.
Apabila pada
suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermart yang besar dengan harga
yang sangat murah maka dapat dipastikan toko kecil yang berada disekitarnya akan
kehilangan omset atau gulung tikar
3.
Jika nilai
kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal
dari pinjaman luar negeri akan bangkrut
4.
Turunnya harga
elpiji akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun
luar negeri
5.
Semakin tinggi
bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan
terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum
Sumber bab1 :
·
http://statushukum.com/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html. Diakses
pada tanggal 12 Maret 2013
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum-4/.
Diakes pada tanggal 12 Maret 2013
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/kodifikasi-hukum-8/.
Diakes pada tanggal 12 Maret 2013
- http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2165154-pengertian-norma-dan-penjelasannya/.
Diakes pada tanggal 12 Maret 2013
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2013
BAB 2
Subyek dan Obyek Hukum
- Subyek hukum
Adalah
orang pembawa hak dan kewajiban atau setiap makhluk yang berwenang untuk
memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hukum. Subyek hukum terdiri dari :
1. Manusia
Manusia
sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan
dijamin oleh hukum.
Pasal 1 KUH Perdata menyatakan
bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
Seseorang manusia sebagai pembawa hak dimulai sejak saat ia dilahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal dunia.
Pasal 2 ayat 1 KUH Perdata
menegaskan
bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan
bila kepentingan si anak menghendakinya, dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a.
Si anak telah dibenihkan pada saat kepentingan tersebut timbul
b.
Si anak harus dilahirkan hidup
c. Ada kepentingan yang menghendaki anak
tersebut memperoleh status sebagai hukum.
Pasal 2 ayat 2 KUH
Perdata, bahwa apabila ia dilahirkan mati maka ia dianggap
tidak pernah ada. Jadi artinya setiap orang diakui sebagai subyek hukum oleh Undang-Undang.
Pasal 27 UU 1945 menetapkan
bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, dalam
pemerintah, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dnegan tidak ada
kecualinya.
Hukum
telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum yaitu :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum
adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun), dan berakal sehat.
2.
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Pasal 1330 KUH Perdata
tentang orang tidak cakap untuk membuat perjanjian, adalah :
a.
Orang-orang yang belum dewasa (21 tahun)
b. Orang yang ditaruh dibawah
pengampunan yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros.
c.
Orang wanita yang dalam perkawinan atau berstatus sebagai istri.
2. Badan Usaha
Adalah
kesatuan yuridis (hukum) teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau
keuntungan, dengan prinsip dasarnya yaitu :
1.
Organisasi
2.
Produksi
3.
Sumber Ekonomi
4,
Kebutuhan
5.
Mendapatkan Keuntungan
Bentuk-Bentuk
Badan Usaha :
1. Firma, adalah suatu badan usaha yang
didirikan oleh dua orang atau lebih pemilik modal, yang sepakat secara
bersama-sama menjalankan usaha dalam satu nama organisasi perusahaan.
2. Perseroan Komanditer (CV), adalah
suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang
berbeda-beda di antara anggotanya.
3. Perseroan Terbatas (PT), adalah
organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal
dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa
melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya.
4. Perseroan Terbatas Negara (Persero),
adalah BUMN yang terbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal atau sahamnya
paling sedikit 51% dimiliki pemerintah, yang bertujuan mengejar keuntungan.
5. Perusahaan Umum (PERUM) adalah
perusahaan Negara yang didirikan dengan tujuan untuk melayani kepentingan umum
dan memperoleh keuntungan.
6. Perusahaan Daerah (PD) adalah badan
usaha yang dibentuk oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan perekonomian
daerah dan untuk menambah penghasilan daerah.
7. Perusahaan Jawatan (PERJAN) adalah
perusahaan Negara uang didirikan dengan tujuan utama untuk melayani kepentingan
masyarakat tanpa melepas syarat efisiensi efektifitas dan segi ekonomis.
- Obyek hukum
Menurut Pasal 499 KUH Perdata, yakni benda
adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang
menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum yang dapat
menjadi obyek dari hak milik.
Pasal
503, 504 KUH Perdata benda dapat dibagi 2, yaitu :
1. Benda yang bersifat kebendaan : suatu
benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dan dirasa akan dengan panca indra,
terdiri dari:
1. Benda bertubuh atau berwujud
a. Benda bergerak atau tidak tetap, berupa
benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
b. Benda tidak bertubuh atau tidak
berwujud seperti surat berharga
2. Benda bersifat tidak kebendaan :
suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indra, seperti music atau lagu.
Benda
juga dapat dibedakan menjadi :
1.
Barang yang wujud dan tidak wujud
2.
Barang bergerak dan tidak bergerak
3.
Barang yang dapat dipakai habis dan tidak habis
4.
Barang yang sudah ada dan yang masih akan ada
5.
Barang uang dalam perdagangan dan yang diluar perdagangan
6.
Barang yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
- Hak kebendaan yang
bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan)
Adalah
jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan.
1.
Jaminan Umum
Pasal
1131 KUH Perdata : segala kebendaan debitor, baik yang
ada maupun yang akan ada. Baik bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan
terhadap pelunasan hutangnya.
Pasal 1132 KUH Perdata
menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi
semua kreditor yang memberikan hutang kepadanya.
Persyaratan
jaminan umum :
1.
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
2.
Benda tersebut dapat dipindah tangamkan haknya kepada pihak lain
2.
Jaminan Khusus
Merupakan
hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik hak tanggungan
dan fidusia.
Sumber
bab2 :
http://www.slideshare.net/LiscaArdiwinata/subjek-dan-objek-hukum-12000696,
diakses pada tanggal 19 Maret 2012
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=104955,
diakses pada tanggal 20 Maret 2013
http://www.anneahira.com/badan-usaha.htm,
diakses pada tanggal 20 Maret 2013
BAB
3
Hukum
Perdata
1.
Hukum
Perdata yang Berlaku di Indonesia
Mengenai
keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2
faktor yaitu :
1. Faktor Ethnis disebabkan keanekan
ragam Hukum Adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari
berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hastia Yuridis uang dapat kita
lihat pada pasal 163.LS yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan,
yaitu :
a.
Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b. Golongan Bumi Putera (pribumi/ bangsa
Indonesia asli) dan yang dipersamakan
c.
Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
Dan pasal 131.LS yaitu mengatur
hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam
pasal 163.LS diatas.
Adapun
hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
a. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan
berlaku hukum perdata dan hukum dagang barat yang diselaraskan dengan hukum
perdata dan hukum dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
b. Bagi golongan bumi putera (Indonesia
Asli) dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka, yaitu hukum yang sejak
dahulu kala berlaku dikalangan rakyat dimana sebagian besar dari hukum adat
tersebut belum tertulis tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c. Bagi golongan timur asing (bangsa
Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing dengan catatan bahwa golongan
Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan
diri kepada hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa
macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksudnya
untuk segala golongan warga Negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita
lihat:
a.
untuk golongan bangsa Indonesia Asli
Berlaku
hukum adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum
yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
b.
untuk golongan warga Negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku
kitab KUHP (Burgelijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandle) dangan suatu
pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan yaitu pada
bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang upacara yang mendahului pernikahan dan
mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghia
karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgelijke Stand dan peraturan
mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga Negara
bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropah (antara lain Arab,
India dan lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang
mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermorgensrecht) jadi tidak mengenai hukum
kepribadaian dan kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai
Hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan hukum perdata
Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda
terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah
Hindia Belanda terhadao hukum Indonesia ditulis dalam pasal 131 (LS) (Indishe
Staatregeling) yang sebelumnya pasak 131 (LS) yaitu pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan danganG (begitu
pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus
diletakan dalam kita Undang-undang yaitu Kodifikasi)
2. Untuk golongan bangsa Eropa harus
dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas
Konkordansi)
3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli
dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika ternyata bahwa
kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan
untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur
Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama
dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku
untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dikatakan baik secara umum maupun
hanya mengenai suatu perbuatan tertenty saja.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa
Indonesia ditulis di dalam Undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap
berlaku hukum yang sekarang berlaku bago mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan
pedoman tersebut diatas, di jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa
peraturan Undang-undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa
Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
1. Perjanjian kerja perburuhan
(staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari
perjudian (straatsblad 1907 no 306).
2. Dan beberapa pasal dari WVK (KUHD)
yaitu sebagian besar dari hukum laut (stratsblad 1933 n0 49)
Disamping
itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti :
1. Ordinansi perkawinan bangsa Indonesia
Kristen (stratsblad 1933 no 74)
2. Organisasi tentang maskapai Andil
Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 hubungan dengan no 717
Dan
ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara,
yaitu :
1. Undang-undang Hak Pengarang
(Auteurswet tahun 1912)
2. Peraturan Umum tentang koperasi
(Staatsblad 1933 bo 108)
3. Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no
523)
4. Ordonansi tentang pengangkutan di
udara (Staatsblas 1938 no 98)
2.
Sejarah
Singkat
Sejarah
membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas
dari sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di Benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental
berlaku hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum Perdata tertulis dan Hukum
kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada saat itu sebagai hukum
asli dari Negara-negara Eropa, oleh karena keadaan hokum di eropa kacau-balau,
dimana tiap-tiap daerah belum mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga
peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh
karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum akibat
ketidak pastian, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum,
kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada
tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil de Francais” yang juga dapat
disebut “Code Napoleon” karena Code Civil des Francais ini adalah merupakan
sebagian dari Code Napoleon.
Sebagai
petunjuk penyusun Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum
antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan hukum
bumi putra lama, hukum jemonia dan hokum conomiek.
Dan
mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jerman Romawi antara lain
masalah wesel, asuransi, badan-badan hokum. Akhirnya pada jaman Aufklarung
(jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-undang
tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan
berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada
tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di
Belanda (Nederland)
Oleh
karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda
(Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan
kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini
selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van
koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya
sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan
pada tahun 1948, kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum)
Sampai
sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (burgelijk Wetboek)
sedangkan KUH Dagang untuk WVK (wetboek van koophandle)
3.
Pengertian
dan Keadaan Hukum di Indonesia
Yang
dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan di dalam masyarakat. Perkara hukum perdata dalam arti luas meliputi
semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum
pidana. Untuk hukum privat materil ini ada juga yang menggunakan dengan
perkataan hukum sipil yang lebih umum digunakan nama hukum perdata saja, untuk segenap
peraturan hukum privat materil (hukum perdata materil).
Dan
pengertian dari hukum privat (hukum perdata materil) ialah hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat dan
kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara
timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat
tertentu. Disamping hukum privat materil, juga dikenal Hukum Perdata Formil
yang dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses
perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana
cara melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertuan
sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
4.
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika
Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu dari
pemberlaku Undang-undang berisi :
Buku
I : Berisi mengenai orang. Di
dalamnya diatur hukum tentang diri
seseorang dan hukum kekeluargaan
Buku
II : Berisi tentang hal benda. Dan di
dalamnya diatur hukum kebendaan
dan hukum waris
Buku
III : Berisi tentang hal perikaran. Di
dalamnya diatur hak-hak dan
kewajiban timbal balik antara
orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku
IV : Berisi tentang pembuktian dan
daluarsa. Di dalamnya diatur tentang
alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat
yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur
tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan
untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan
hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2.
Hukum kekeluargaan
Mengatur
prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu
perkawinan beserta hubungan-hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan
curatele.
3.
Hukum kekayaan
Mengatur
prihal hubungan-hungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita
mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari
segala hak dari kewajiban orang itu diilaikan dengan uang. Hak-hak kekayaan
terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya
dinamakan Hak mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak
tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak
mutlah yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan
hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlah yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang terlihat
· Hak
seorang pengarang atas karangannya
· Hak
seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang
untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
4.
Hukum warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu hukum
warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang
Sumber
bab3 :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab2-hukum_perdata.pdf,
diakses pada tanggal 21 Maret 2013
BAB
4
Hukum
Perikatan
1.
Pengertian
Adalah
suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subyek hukum yang
satu dengan subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subyek
hukum yang satu berhak atas prestasi, sedangkan subyek hukum yang lain
berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
Menurut
Ilmu pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
diantara 2 (dua) orang atau lebih yang terletak dalam lapangan kekayaan, dimana
para pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi itu.
2.
Dasar
Hukum Perikatan
1. Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian)
Pasal
1313 KUHPdt : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu pihak atau lebih” pengertiannya adalah
dimana tidak lengkap karena dalam pengertian itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja, sedangkan terlalu luas pengertian itu dapat mencakup hal-hal
perbuatan saja.
2. Perikatan yang timbul dari
Undang-undang
· Undang-Undang
karena perbuatan manusia (Pasal 1353),
perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang melanggar hukum.
a.
Perbuatan menurut hukum perwakilan sukarela (Pasal 1354)
b.
Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365)
· Melalui
Undang-undang
Perikatan
yang lahir dari UU saja adalah perikatan yang timbul/lahir/adanya karena adanya
hubungan kekeluargaan
a.
Pekarangan yang berdampingan (Pasal 625)
b.
Kewajiban mendidik dan memelihara anak (Pasal 104)
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian,
tetapi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sementara
3.
Azas-azas
dalam Hukum Perikatan
1.
Azas konsensualisme
Azas
konsensualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt, yaitu untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat diantaranya :
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal
Pengertian
kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui
antara pihak-pihak.
2.
Azas pacta sunt servanda
Azas
pacra sunt servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat
(1) KUHPdt, yaitu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-undang. Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya
karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak.
3.
Azas kebebasan berkontrak
Pasal
1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan tersebut memberikan
kebebasan pihak untuk :
1.
Membuat atau tidak membuat perjanjian
2.
Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3.
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
4.
Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
Disamping
ketiga azas utama tersebut, masih terdapat beberapa azas hukum perikatan
nasional, yaitu :
1.
Azas kepercayaan
2.
Azas persamaan hukum
3.
Azas Keseimbangan
4.
Azas kepastian hukum
5.
Azas moral
6.
Azas kepatuhan
7.
Azas kebiasaan
8.
Azas perlindungan
4.
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Para
debitur tertelah kewajiban untuk memenuhi prestasi, dan jika ia tidak
melaksanakan kewajiban tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur
dianggap melakukan inngkar janji (wanprestasi). Bentuk dari wanprestasi, yaitu
:
1.
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.
Terlambat memenuhi prestasi
3.
Memenuhi prestasi secara tidak baik
Akibat
hukum bagi debitur yang wanprestasi adalah :
1. Debitur diwajibkan membayar ganti
kerugian yang telah diderita oleh kreditur (pasal 1243 BW)
2. Apabila perikatan itu timbal balik,
kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan melalui hakim (pasal 1266 BW)
3. Dalam perikatan untuk memberikan
sesuatu resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (pasal 1237 BW)
4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan
jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian
(pasal 1267)
5. Debitur wajib membayar biaya perkara
jika diperkarakan di muka pengadilan negeri, dan debitur dinyatakan bersalah
5.
Hapus
Perikatan
Bab
IV buku III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatan baik yang timbul
dari persetujuan maupun dari Undang-undang, yaitu dalam pasal 1381 KUH Perdata.
Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada delapan cara hapusnya perikatan,
yaitu :
1.
Pembayaran
2.
Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan
3.
Pembaharuan utang (inovatie)
4.
Perjumpaan utang (kompensasi)
5.
Percampuran utang
6.
Pembebasan utang
7.
Musnahnya barang yang terutang
8.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
Adapun
dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV buku III KUH Perdata adalah :
9.
Syarat yang membatalkan (diaturr dalam Bab I)
10.
Kedaluwarsa (diatur dalam buku IV bab 7)
Selain
sebab-sebab hapusnya perikatan yang ditentukan oleh Pasal 1381 KUH Perdata
tersebut, ada beberapa penyebab lain untuk hapusnya suatu perikatan, yaitu :
1.
Berakhirnya suatu ketepatan waktu dalam suatu perjanjian
2. Meninggalnya salah satu pihak dalam
perjanjian, misalnya meninggal pemberi kuasa (Pasal 1831 KUH Perdata)
3. Meninggalnya orang yang memberikan
perintah
4. Karena pernyataan pailit dalam
perjanjian maastschap
5. Adanya syarat yang membatalkan
perjanjian
Sumber
bab 4 :
http://www.unida.ac.id/fh/directory/download/hukum%20perikatan.pdf,
diakses pada tanggal 28 Maret 2013
http://www.slideshare.net/dinhaidiati/hukum-perdata-perjanjianperikatan,
diakses pada tanggal 28 Maret 2013
http://www.jurnalhukum.com/sebab-sebab-hapusnya-perikatan/,
diakses pada tanggal 28 Maret 2013
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=hukum%20perikatan&source=web&cd=8&cad=rja&ved=0CFUQFjAH&url=http%3A%2F%2Felearning.upnjatim.ac.id%2Fcourses%2FHUKUMPERDATA%2Fdocument%2FHUKUM_PERIKATAN.ppt%3FcidReq%3DHUKUMPERDATA&ei=Vr9RUf6xGIPUrQe68oHADA&usg=AFQjCNE08VLW9kD5kGipNDb840Yi6K1WiQ&bvm=bv.44342787,d.bmk,
diakses pada tanggal 27 Maret 2013