Minggu, 28 April 2013

BAB 5,6,7,8


BAB 5
Hukum Perjanjian
1. Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan hal yang ditentukan oleh orang yang membuat perjanjian dalam bentuk tulisan dalam sebuah formulir.kontak baku. Menurut Munir Fuadi adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangai umumnya para pihak yang mengisikan data-data informative tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Paretto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih buruk.
Dapat diketahui tidak ada kebebasan dalam berkontrak secara mutlak. Dalam hal ini pemerintag dapat mengatur, melarang suatu kontrak yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan masyarakat. Asas kebebasan berkontrak yang telah diakui bertambah dengan adanya pembatasan-pembatasan baru, yaitu pembatasan yang datang dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat huku, darii pihak pembuat peraturan perundang-undangan dari pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis.
2. Macam-macam Perjanjian
Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga juga dapat ditagih pembayarannya. Di samping bentuk yang paling sederhana ini, terdapat beberapa macam perikatan lain sebagai berikut :
a. Perikatan Bersyarat (Voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Suatu contoh, apabila saya berjanji pada seseorang untuk membeli mobilnya kalau saya lulus dari ujian, di sini dapat dikatakan bahwa jual-beli itu hanya akan terjadi, kalau saya lulus dari ujian. Kedua, mungkin untuk memperjanjikan, bahwa suatu perikatan yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Di sini dikatakab, perikatan itu digantungkan pada suatu syarat pembatalan (ontbindende voorwaarde). Suatu contoh, misalnya suatu perjanjian saya mengijinkan seorang mendiami rumah saya, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu akan berakhir apabila secara mendadak, saya diperhentikan dari pekerjaan saya.
Oleh undang-undang ditetapkan bahwa suatu perjanjian sejak semula sudah batal (nietig), jika ia mengandung suatu ikatan yang digantungkan pada suatu syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan yang sama sekali tidak mungkin dilaksanakan atau yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Selanjutnya diterangkan, bahwa dalam tiap perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal-balik, kelalian salah satu pihak (wanprestasi) selalu dianggap sebagai suatu syarat pembatalan yang dicanrumkan dalam perjanjian (pasal 1266)
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling)
Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalkan seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek, seperti perjanjian perburuhanm suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya dipertunjukkan dan lain sebagainya.
c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternative)
Ini adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam prestaso, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.

d. Perikatan tanggung-menanggung (hoodfdelijk atau solidair)
suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghuntang, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama-sama berhak menagih suatu piutang dari sati orang. Tetapi perikatan semacam yang belakang ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya salah satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.
f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)
Apabila tidak menepati kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman. Maka dari itu untuk mencegah agar tidak lalai dalam menepatu kewajibannya maka biasanya ada pembayaran kerugian yang ditetapkan oleh pihak yang membuat perjanjian
3. Syarat-syarat Perjanjian
Hukum yang berlaku di Indonesia diketahui dan dipahami oleh masyarakat, sehingga semua peraturan yang berlaku dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada dan Negara pun menjadi aman, damai, dan sentosa, berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu :
1. Terdapat kesepakatan antara dua pihak.
Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak manapun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.

2. Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian
Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut.
3. Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian.
Artinya perjanjian tersebut merupajan obkej yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan
Hukum perjanjian dilakukan atas sebab atau perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi dasar dan syarat-syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan pada saat membuat perjanjian :
1. Keinginan bebas dari pihak terkait
Keinginan bebas dalam hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat melakukan perjanjian tanpa paksaan, ancaman, maupun segala hal berbau tipu daya. Perjanjian merupakan bentuk yang harus dilakukan secara sadar. Namun, faktanya masih ditemukan orang-orang yang membuat perjanjian di bawah tekanan atau ancaman.
2. Kecakapan dari pembuat perjanjian
Maksudnya adalah perjanjian harus dibuat oleh pihak-pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Dalam hukum Indonesia terdapat beberapa orang yang dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri sehingga harus diwakili, yaitu anak dibawah umur, orang cacat, perempuan yang sudah menikah karena harus membuat perjanjian di atas pengetahuan suami, dan sebagainya
3. Obyek yang diperjanjikan
Perjanjian tentu harus dibuat berdasarkan objek nyata, bukan sesuatu yang sifatnya fiktif.
4. Adanya sebab yang halal
Adanya sebab yang halal dalam hal ini berarti bahwa sesuatu yang diperjanjiakan  harus sejalan dengan kaidah moral dan norma yang berlaku secara umum sebagai kebiasaan serta peraturan perundangan. Perjanjian tentu tidak sah jika bertentangan dengan kesusilaan.
4. Saat lahirnya Perjanjian
Menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu penyesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
Menurut ajaran yang paling tua, harus dipegang teguh tentang adanya suatu persesuain kehendak antara kedua belah pihak. Apabila kedua kehendak itu berselisih, tak dapatlah lahirnya suatu perjanjian. Dalam suatu masyarakat kecil dan sederhana, dimana kedua belah pihak itu berjumpa atau hadir sendiri dan pembicaraan diadakan secara lisan, ukuran tersebut masih dipakai, tetapi dalam suatu masyarakat yang sudah ramai dan modern, ukuran tersebut tak dapat dipertahankan lagi. Sejak orang memakai surat menyurat dan telegram (kawat) dalam menyelenggarakan urusan-urusannya, maka ukuran dan syarat bahwa untuk tercapainya suatu perjanjian diharuskan adanya persesuaian kehendak, terpaksa ditinggalkan. Yang terpenting bukan lagi kehendak, tetapi apa yang dinyatakan oleh seorang, sebab pernyataan inilah yang dapat dipakai sebagai pergangan untuk orang lain. Jadi, apabila ada suatu perselisihan antara apa yang dinyatakan oleh suatu pihak, maka pernyataan itulah yang menentukan. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian yang dianggap telah tercapai apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain. Dalam menerima atau menangkap suatu pernyataan diperlukan suatu pengetahuan tentang istilah-istilah yang lazim dipakai dalam sesuatu kalangan, di suatu tempat dan pada suatu waktu tertentu
Karena suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seorang melakukan suatu penawaran (offerte), dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara tertulis, artinya orang lain ini menulis surat bahwa ia menerima penawaran itu, pada detik manakah lahirnya perjanjian itu. Apakah pada detik dikirimnya surat ataukah pada detik diterimanya surat itu oleh pihak yang melakukan penawaran ?
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saar dimana pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termasuk dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya sepakat. Bahwasanya mungkin ia tidak membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Karena perjanjian sudah dilahirkan maka tak dapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizing pihak lawan. Saat atau detik lahirnya suatu perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung ada kalanya terjadi suatu perubahan. Undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasibnya perjanjian tersebut, misalnya pelaksanaannya, ataupun perlu untuk menetapkan beralihnya “resiko” dalam jual-beli.
Juga tempat tinggal (domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat inipun penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku, yaitu apabila kedua belah pihak berada ditempat yang berlainan di dalam negeri untuk menetapkan bertempat tinggal di Negara yang berlainan ataupun apabila mereka adat kebiasaan dari tempay atau daerah manakah yang akan berlaku.
5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
·      Pelaksanaan suatu perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu perjanjian. Menilik macam-macam
·      Pembatalan suatu perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa, apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void). Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara dua orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tidak dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain di muka hakim, karena dasar-hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan, karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.
Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subyektif, maka sebagaimana sudah kita lihat, perjanjian itu bukan batalnya demi hukum, teteapo dapat dimintakan pembatalannya (cancelling) oleh salah satu pohak. Pihak ini adalah pohak yang tidak cakap menuntut hukum (yang meminta) orangtua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap, dan pihak yang memberikan perjanjian atau menyetujui itu secara bebas.
Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh hakim. Tentang perjanjian yang isisnya tidak halal, yeranglah bahwa perjanjian yang demikian itu tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilan. Hal yang demikian juga seketika dapat diketahui oleh hakim. Dari sudut keamanan dan ketertiban jelaslah bahwa perjanjian-perjanjian seperti itu harus dicegah.
Tentang perjanjian yang ada kekurangannya mengenai syarat-syarat subyektifnya yang tersinggung adalah kepentingan seseorang, yang mungkin tidak mengingini perlindungan hukum terhadap dirinya, misalnya seorang yang oleh Undang-undang dipandang sebagai tidak cakap, mungkin sekali sanggup memikul tanggung jawan sepenuhnya terhadap perjanjian yang telah dibuatnya, atau seseorang yang telah memberikan persetujuan karena khilaf atau tertipu, mungkin sekali segan atau malu meminta perlindungan hukum. Juga adanya kekurangan mengenai syarat subyektif itu tidak begitu saja dapat diketahui oleh hakim yang harus dimajukan oleh pihak yang berkepentingan, dan apabila dimajukan pada hakim, mungkin sekali disangkal oleh pihak lawan, sehingga memerlukan pembuktian
Oleh karena itu maka dalam halnya ada kekurangan mengenai syarat subyektif, oleh Undang-undang diserahkan kepada pihak yang berkepentingan apakah ia menghendaki pembatalan perjanjiannya atau tidak. Jadi, perjanjian demikian itu, bukannya batal demi hukum, tapi dapat dimintakan pembatalan.
Dengan demikian maka ketidak-cakapan seorang dan ketidak-bebasan dalam memberikan perijinan dalam suatu perjanjian, memberikan hak kepada pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak bebas dalam memberikan sepakatnya itu untuk meminta pembatalan perjanjiannya. Dengan sendirinya harus dimengerti bahwa pihak lawan dari orang-orang tersebut tidak boleh minta pembatalan itu. Hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang oleh Undang-undang diberi perlindungan itu. Memintanya pemmbatalan itu oleh pasal 1454 Kitab Undang-undang Hukkum Perdata dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu, yaitu 5 tahun, waktu mana mulau berlaku dalam halnya ketidak-cakapan suatu pihak, sejak orang ini menjadi cakap menurut huku, dalam halnya paksaan, sehak hari paksaan itu tidak telah berhenti. Dalam halnya kekhilafan atau penipuan sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap kebatalan yang dimajukan selaku pembelaan dan tangkisan yang mana selalu dapat dikemukakan. Memang ada dua cara meminta pembatalan perjanjian itu. Pertama, pihak yang berkepentinga dapat secara aktif yaitu sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara yang kedua ialah menunggu sampai ia digugar dimuka hakum untuk mememnuhi perjanjian tesebut. Dimuka siding pengadilan itu lalu ia sebagai tergugat mengemukakan bahwa perjanjian tersebut telah disetujuinya ketika ia masih belum cakap, ataupun disetujinya karena ia diancam, atau karena ia khilaf mengenai obyeknya perjanjian atau karena ia ditipu. Dan dimuka siding pengadilan itu ia mohon kepada hakum supaya perjanjian dibatalkan. Meminta pembatalan secara pembelaan inilah yang tidak dibatasi waktunya.
Terhadap azas konsensualitas yang dikandung oleh pasal 1320 kitab Undang-undang hukum perdata, ada kekecualianya, yaitu disana-sini oleh Undang-undang ditetapkan suatu formalitas untuk beberapa macam perjanjian, misalnya perjanjian penghibahan benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akte notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis dan lain sebagainya. Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan sesuatu formalitas atau bentuk cara tertentu itu sebagimana sudah kita lihat, dinamakan perjanjian formil. Apabila perjanjian yang demikian itu tidak memenuki formalitas yang ditetapkan oleh Undang-undang, maka ia adalah batal demi hukum.
Sumber :
·         http://www.anneahira.com/hukum-perjanjian.htm, diakses pada tanggal 25 April 2013


BAB 6
HUKUM DAGANG (KUHD)
1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai pengertian hukum dagang, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu mengenai hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.
Apabila diruntut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dari perjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis  derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
2. Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengah Eropa (100/1500 SM) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahor kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan Negara-negara lainnya). Tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus lurus civilis) tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru disamping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 dan ke-17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hukum dagang (koopmansrecht) khususnya mengarur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan) dan hukum perdagangan ini bersifat unifikasi. Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun Ordonnance De La Marine yang mengatur tentang kedaulatan
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu Code De Commerce yang tersusun dari Ordonnance du Commerce (1673) dan Ordonnance du La Marine (1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD Belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan. KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD Belanda tahun 1838 menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848, dan pada akhir abad ke-19 Prof. Molengraaff merancang UU yang berdiri sendiri 1893 dan berlaku 1896) dan sampai sekrang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab, yaitu tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaan, dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat :
a. Melakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan, bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaannya dilakukan sendiri.
b. Dibantu oleh orang lain, merupakan perusahaan besar, dimana pengusaha mempunyai dua kedudukan, dan turut serta dalam melakukan kegiatan perusahaan.
c. Menyuruh orang lain melakukan usahanya sedangkan pengusaha hanya memiliki satu kedudukan, tidak ikut serta dalam melaukan kegiatan perusahaan
4. Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjakankan perusahaan. Menurut Undang-undang ada dua kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu :
1. Membuat pembukuan
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-undang No 8 tahun 1997, yang dimksud dokumen perusahaan adalah :
a. Dokumen Keuangan
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan
b. Dokumen Lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkaitan langsung dokumen keuangan.
2. Mendaftarkan perusahaan
Dengan adanya Undang-undang No 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenag dari kantor pendaftaran perusahaan. Pasal 32-35 Undang-undangn No 3 tahun 1982 merupakan ketentuan pidana sebagai berikut :
a. Barang siapa yang menurut Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaan diwajibkan mendaftarkan perusahan dalam daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000
b. Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000
5. Bentuk-bentuk Badan Usaha
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan adalah badan usaha tanpa ada pembedaan kepemilikan antara hak milik pribadi dengan hak milik perusahaan (Indriyo, 2005). Dengan tidak adanya pemisahan kepemilikan antara hak milik pribadi dengan milik perusahaan, maka harta benda pribadi juga merupakan kekayaan perusahaan, yang setiap saar harus menanggung utang-utang perusahaan.
Kelebihan: a. memiliki kebebasan dalam bergerak
b. pemerintah tidak memungut pajak perusahaan, tapi hanya kepada pajak pemilik
c. penguasaan sepenuhnya terhadap keuntungan yang diperoleh
d. rahasia perusahaan terjamin
e. motivasi usaha yang tinggi
f. proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat
g. penanggungan aspek hukum yang minim
kekurangan: a. menanggung tanggung jawab hukum keuangan yang tak terbatas
b. keterbatasan kemampuan keuangan
c. keterbatasan kemampuan manajerial
d. kontinuitas kerja karyawan terbatas
2. Firma
Firma merupakan persekutuan atau perserikatan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dengan tanggung jawab masing-masing anggota firma tak terbatas. Sedangkan laba yang diperoleh dari usaha tersebut untuk dibagi bersama-sama, begitupun sebaliknya bila terjadi kerugian, semua anggota firma ikut menanggung (Indriyo, 2005)
Kelebihan:  a.  penguasaan terhadap keuntungan tinggu meskipun harus dibagi dengan  anggota kongsi yang lain
b. motivasi usaha yang tinggi, meskipun tidak setinggi perusahaan perseorangan
c. penanganan aspek hukum minimal, meskipun sedikit lebih rumit dibanding perusahaan perseorangan karena hanya ada kesepakatan antara anggota kongsi
kekurangan: a. sering terjadi konflik antara anggota kongsi berkaitan dengan pembagian keuntungan maupun strategi bisnis
b. mengandung tanggung jawab keuangan terbatas, namun tanggung jawab keuangan sudah dapat dibagi dengan anggota kongsi yang lain
c. keterbatasan kemampuan keuangan
d. kontinuitas kerja karyawan terbatas
e. keterbatasan kemampuan manajerial
3. Perserikatan Komanditer (CV)
Perserikatan komanditer merupakan suatu bentuk perjanjian kerja sama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia memimpin, mengatur perusahaan dan memiliki tanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan orang-orang yang memberikan pinjaman dan tidak bersedia memimpin perusahaan, serta memiliki tanggung jawab terbatas pada kekayaan yang diikutsertakan dalam sebuah perusahaan tersebut.
Kelebihan: a. Penguasaan terhadap keuntungan tinggi, meskipun harus dibagi dengan anggota kongsi yang lain
b. Motivasi usaha tinggi, meskipun tidak setinggi perusahaan perseorangan
c. Penanganan aspek hukum minimal, meskipun sedikit lebih rumit dibanding perusahaan perseorangan
Kekurangan:  a. Mengandung tanggung jawab keuangan sekutu aktif tak terbatas, meskipun dapat dibagi dengan anggota sekutu aktif yang lain
b. Status hukum CV belum badan hukum sehingga sulit untuk mendapatkan proyek-proyek besar
c. Tidak dapat dengan mudah mengumpulkan modal dari para sekutunya, tidak seperti Perseroan Terbatas yang dapat mengumpulkan modal dari para pemegang saham
 d. Nama CV sering sama antara satu dengan lain karena tidak ada pengecekkan dengan nama CV sebelumnya
6. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (Ps 36 KUHD) : perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut.
o    Arti kata Terbatas, ditujukan pada tanggung jawab/ resiko para pesero/ pemegang saham, yang hanya terbatas pada harga surat sero yang mereka ambil.
o    PT harus didirikan dengan suatu akte notaris
o    PT bertindak keluar dengan perantaraan pengurusnya, yang terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat oleh rapat pemegang saham.
o    PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan pada pesero atau pengurusnya.
o    Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan dalam keadaan likwidasi jika para pemegang saham setuju untuk tidak memperpanjang waktu pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebutmenderita rugi melebihi 75% dari jumlah modalnya.
Kelebihan: a. Memiliki masa hidup yang tidak terbatas
b. Pemisahan kekayaan dan utang-utang pemilik dengan kekayaan dan utang-utang perusahaan
c. Kemampuan keuangan yang sangat besar
d. Kemampuan manajerial yang tinggi
e. Kontinuitas kerja karyawan yang panjang

Kekurangan : a. Pajak yang besar karena PT merupakan subyek pajak tersendiri sehingga bukan perusahaan saja yang kena pajak, tetapi deviden yang dibagikan kepada pemegang saham juga kena pajak
b. Penangan aspek hukum yang rumit karena dalam pendirian PT memerlukan akta notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu
c. Biaya pembentukkan yang relatif tinggi dibandingkan dengan badan usaha lain
d. Kerahasian perusahaan kurang terjamin karena setiap aktivitas perusahaan harus dilaporkan kepada pemegang saham
7. Koperasi
Koperasi : suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan
Diatur diluar KUHD dalam berbagai peraturan :
a.       Dalam Stb 1933/ 108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
b.      Dalam stb 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
c.       Dalam UU no. 79 tahun 1958
·         Keanggotaannya bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/ diambil alih oleh orang lain.
·         Berasaskan gotong royong
·         Merupakan badan hukum
·         Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri Koperasi.
8. Yayasan
Yayasan menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 adalah badan usaha yang terdiri dari atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujun tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan. Berdasar Undang-undang ini dilarang dialihan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.
9. Badan Usaha Milik Negara
Badan-badan Usaha Milik Negara (UU no 9/ 1969)
a.                   Berbentuk Persero : tunduk pada KUHD (stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969)
b.                  Berbentuk Perjan : tunduk pada KUHS/ BW (stb 1927/ 419)
c.                   Berbentuk Perum : tunduk pada UU no. 19 (Perpu tahun 1960)
Sumber :



BAB 7
Wajib Daftar Perusahaan
1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Wajib daftar perusahaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran perusahaan ini penting bagi pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat.
Selain itu wajib daftar perusahaan ini memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengikuti secara seksama keadaan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah Negara Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing.
            Bagi dunia usaha, daftar perusahaan penting untuk mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan, penyelundupan dll)
Selain itu daftar perusahaan buat dunia usaha bermanfaat untuk menciptakan keterbukaan antar perusahaan, memudahkan mencari mitra bisnis, mendasarkan investasi pada perkiraan yang jelas, meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tujuan Undang-Undang tentang wajib daftar perusahaan adalah memberikan perlindungan kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka, serta pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah.
2. Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
  1. Daftar Perusahaan
Daftar catatan resmi yang diadakan berdasarkan ketentuan undang-undang dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
  1. Perusahaan
Setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-mneerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
  1. Pengusaha
Setiap orang perorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan.
  1. Usaha
Setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
  1. Menteri
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
3. Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
Memcatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Sifat terbuka adalah daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.
4. Kewajiban Pendaftaran
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan, Pendaftaran wajib didaftarkan oleh pemiliknya atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah. Jika perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, maka pendaftaran boleh dilakukan oleh salah seorang dari pemilik perusahaan tersebut.
Badan Usaha yang tidak oerlu menjadi wajib daftar, yaitu :
1.        Setiap perusahaan Negara berbentuk perjan → yang dikecualikan dari kewaiban pendaftran adalah peusahaan-perusahaan yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
2.        Setiap perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan badan hukum atu suatu persekutuan. Perusahaan kecil perorangan yang melakukan kegiatan dan atau memperoleh keuntungan yang benar-benar hanya sekedar untuk mmenuhi keperluan nafkah sehari-hari. Anggota terdekat disini adalh termasuk ipar dan menantu.
3.         Usaha diluar bidang ekonomiyang tidak bertujuan mencari profit
Pendidikan formal, pendidikan non formal, rumah sakit.
4.         Yayasan
Bentuk badan usaha yang masuk dalam wajib daftar perusahaan:
1.         Badan hukum
2.         Persekutuan
3.         Perorangan
4.         Perum
5.         Perusahaan Daerah, perusahaan perwakilan asing
5.   Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
6.   Hal-hall yang wajib Didaftarkan
Sumber :








BAB 8
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
1. Pengertian
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1.         Hak Cipta (copy rights)
2.         Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
·                     Paten
·                     Desain Industri (Industrial designs)
·                     Merek
·                     Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
·                     Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit)
·                     Rahasia dagang (trade secret);
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a.         Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
b.        Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
c.         Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.
Di dalam organisasi Direktorat Jenderal HaKI terdapat susunan sebagai berikut :
a.         Sekretariat Direktorat Jenderal;
b.         Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu, dan Rahasia Dagang;
c.         Direktorat Paten;
d.        Direktorat Merek;
e.         Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f.          Direktorat Teknologi Informasi;
Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting darti persetujuan  WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang HaKI, yaitu :
a.         Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979;
b.        Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under the PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
c.         Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997;
d.        Bern Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works dengan Keppres No. 18 tahun  1997;
e.         WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19 tahun 1997;
Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world Intellectual Property Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.
2. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem HaKI untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.
3. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia.
4. Prinsip Sosial (The Social Argument)
Prinsip social ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
3. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO, HAKI dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Hak Cipta ( copyrights )
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.
2.      Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )
Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a.   Paten
b.    Merk dagang
c.   Hak desain industri
d.   Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
e.    Rahasia dagang
f.    Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman: Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1)

4. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
· Program atau Piranti lunak computer, buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis lainnya.
· Dari warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat, atau
· Untuk mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat) memiliki hak-hak ekonomi itu;
· Program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat.
Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam:
1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2000 tentang Merek
4. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman
5. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
5. Hak Cipta
·           Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut aturan perundang-undangan yang berlaku.
·           Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukka keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
·           Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak tersebut diatas.
6. Hak Paten
Paten adalah hak eksklusig yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas asal invensinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi sendiri adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Hak pemegang paten, sebagai berikut :
1. pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuan :
a. dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten
b. dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a diatas.
2. pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi
3. pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatas
4. pemegang paten berhak menuntut ornag yang sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemgang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 diatas
7. Hak Merek
Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Meerk terbagi menjadi beberapa, yaitu :
1. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang dengan diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Fungsi dari pemakai merek adalah :
1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secar bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya
2. sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya
3. sebagai jaminan atas mutu barangnya
3. menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan


8. Desain Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Subjek dari hak desain industri
1.        Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
2.        Dalam hal Pendesain Industri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Industri  diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali diperjanjikan lain.
3.        Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan, pemegang Hak Desain Industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Disain Industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Industri itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
4.        Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Industri itu dianggap sebagai Pemegang Hak Desain Industri kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.
9. Rahasia Dagang
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000, rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomis karena bergina dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 30 tahun 2000, kewenangan atau hak yang dimiliki oleh pemilik rahasia dagang terhadap rahasia dagangnya untuk :
1. menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya
2. memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang untuk mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Sumber :